Perjalanan ke Semarang Jawa Tengah : Kota Lama dan Padang Rani bagi Kamu Yang Suka Vintage


Perjalanan ke Semarang Jawa Tengah : Kota Lama dan Padang Rani bagi Kamu Yang Suka Vintage Semarang terkenal dengan wisata bangunan tua. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda tersebar di penjuru kota Semarang, terutama di Kota Lama. Semarang pun terkenal dengan lumpianya . Kulit lumpia bercampur rebung, daging dan bumbu rahasia tersebut benar-benar memikat wisatawan. Semarang pernah saya jadikan setting dalam novel saya – Rai dan Nai. Semarang, merupakan salah satu destinasi yang harus saya datangi di tahun 2017. Maka, 27 April sampai 1 Mei kemarin saya pergi ke sana.

Ada seorang kawan di jejaring sosial facebook membicarakan mengenai Semarang, saya pun menyahut, mengajaknya untuk ke Semarang. Akhirnya, ada beberapa orang yang ingin ikutan. Terbentuklah grup WhatsApp. Di sana kami membicarakan perihal ke Semarang, rencana ke sana, siapa saja yang ikut, mengenai penginapan, dll. Sayangnya, dari sekian banyak orang di grup itu, pada akhirnya mereka mundur satu per satu. Yang tersisa hanya saya dan Siti. Karena kami sama-sama sudah niat ingin ke Semarang dan memiliki pandangan yang sama “asal ada teman, lanjut”, akhirnya kami berangkat satu bulan kemudian ke Semarang.


Tiket ke Semarang sudah saya beli satu bulan sebelum keberangkatan, saya membeli tiket kereta dengan keberangakatan dari Stasiun Pasar Turi. Kenapa tidak dari stasiun Mojokerto atau stasiun Gubeng saja? Karena kalau keberangkatan dari dua stasiun itu dana yang harus saya keluarkan untuk perjalanan ke Semarang akan semakin tinggi. Dua stasiun kereta tersebut hanya menyediakan kelas eksekutif untuk ke Semarang. Bayangkan saya harus mengeluarkan dana sekitar Rp. 300.000,- hanya untuk sekali berangkat. Sedangkan apabila keberangkatan dari Stasiun Pasar Turi saya hanya perlu mengeluarkan dana sekitar Rp. 150.000-, untuk pulang pergi.

Saya ke stasiun Pasar Turi Surabaya habis magrib menggunakan Uber – ini kali pertama naik Uber, loh- , berangkat dari rumah Mbak Tikha – kawan saya -. Motor saya titipkan Mbak Tikha, lantaran belum pernah cari tahu mengenai parkir motor di stasiun ini. Saya juga cari aman saja sih. Sebenarnya, kereta yang saya tumpangi berangkat pukul 9 malam. Tapi, saya anaknya nggak suka keburu-buru, jadi berangkat lebih awal. Lalu, apa yang saya lakukan selama kurang lebih dua jam di stasiun?

Kebiasaan saya ketika menunggu keberangkatan kereta adalah ke Alfa/Indomart beli kopi atau air minum, cetak tiket kereta, dan yang selalu saya beli sebelum berangkat naik kereta adalah Roti’O original – xoxo. Saya suka nyemil Roti ‘O di kereta lantaran enak dan aromanya nggak bikin mual. Percayalah, aroma kopi tak akan membuat kalian mual – yah, meskipun di kereta saya nggak pernah sampai muntah.

Karena baru kali pertama di Stasiun Pasar Turi, saya menunggu di ruang tunggu dekat pintu masuk kereta eksekutif. Saya pikir, mau kereta ekonomi, bisnis, atau eksekutif sama saja. Ternyata nggak. Jadi ada dua pintu masuk untuk kereta eksekutif, ruangan bersih, tempat duduk nyaman dan sepi. Sedangkan, pintu masuk kereta ekonomi itu Ya Allah, ramai banget! Bahkan, untuk check in saja antrinya panjang banget. Awalnya, saya pikir mereka antre beli tiket, ternyata untuk check in. Untung saja, saya datang lebih awal.

Kereta Kertajaya yang saya tumpangi tiba pukul sembilan kurang, tempat duduk saya berada di gerbong 1, sehingga saya harus berjalan cukup jauh. Buat pengalaman saja sih, nanti kalau naik kereta pilih gerbong yang tengah saja. Selain ketika kereta berhenti gerbong 1 di ujung, sehingga harus berjalan jauh, tetapi terkadang pijakan ke kereta terlalu tinggi. Okelah, kalau ada tangga kalau nggak ada, ketika turun itu tinggi banget. Parahnya, tiket pulang saya pun di gerbong ujung, yaitu gerbong 2.

Selama ini, ketika naik kereta saya selalu memesan tempat duduk di dekat jendela. Selain kalau tidur enak ada sandaran, juga karena bisa melihat pemandangan luar dan lebih melankolis – xoxo. Sempat ada Bapak-bapak muda yang ingin tukar kursi dengan saya, dengan alasan dia naik kereta satu keluarga. Saya menolak pindah, karena memang itu kursi yang saya pesan – xoxo.

Perjalanan kereta Surabaya – Semarang memakan waktu sekitar 4jam 30 menit, berangkat jam 9 sampai di Semarang Tawang setengah dua pagi. Saya sudah janjian dengan Siti akan bermalam di stasiun sampai pagi, karena kami baru check in hotel jam dua siang. Sampai di Stasiun Tawang, saya langsung mencari keberadaan Siti. Ternyata dia ada di mushola.

Ini kali kedua saya bertemu dengan Siti, awal kami bertemu ketika acara Kemenkes di Surabaya. Sekadar say hello doang. Jadi, ini resmi awal perkenalan kami. Sebenarnya, itu mushola nggak boleh dipakai untuk tidur, tetapi melihat beberapa orang di situ tidur, maka kami ikutan tidur. Ya, meskipun sekadar rebahan saja sih. Karena murni sampai pagi saya belum tidak tidur sama sekali.



Usai shalat subuh, kami segera bergegas keluar stasiun. Sebelum itu, saya ke toilet untuk membersihkan muka dan menempelkan bedak serta lipstik. Ya, meskipun nggak mandi, wajah harus tetap cantik dong. Tetapi, mata nggak pernah bisa menipu karena mata saya benar-benar mengantuk. Huft.


Polder Semarang, Gedung Marabunta Semarang ,Gereja Bleduk, Padang Rani, Kota Lama

Sebelum saya bercerita lebih jauh mengenai perjalanan kami, saya ingin mengatakan uneg-uneg mengenai beberapa blog yang saya baca. Jadi, saya membaca di beberapa blog mengenai Semarang, mereka menyebutkan satu per satu tempat yang harus dikunjungi dan tidak mengatakan itu dalam satu kawasan. Seperti, Gereja Bleduk.

Saya membaca di salah satu blog, dekat Stasiun Tawang ada Polder Semarang. Memang benar, Polder Semarang dekat dengan Stasiun Tawang. Sangat dekat malahan. Lokasinya tepat berada di depan Stasiun Tawang. Usai kami mengambil gambar Stasiun Tawang, kami segera menyalakan Google Map, mencari tahu letak Gereja Bleduk karena kami menemukan informasi lokasi tersebut paling dekat. Kami pun melewati Polder Semarang. Polder Semarang berupa kolam cukup luas dengan pijakan paving yang melingkarinya. Polder ini mengingatkan saya akan Danau Unesa – kampus saya dulu-. Menurut informasi yang saya dapat, Polder ini dibangun untuk mengatasi banjir.
Ketika berjalan di daerah Polder Semarang, saya menangkap sesuatu yang indah. Senang rasanya bisa melihat matahari terbit. Seakan kedatangan saya benar-benar dinantikan oleh kota Semarang.



Dari arah polder kami berjalan lurus mengikuti jalan (keluar Stasiun Tawang lurus), kemudian kami mengikuti petunjuk Google Map. Kami terus berjalan kaki meskipun banyak angkot dan tukang becak menawari jasa ke Kota Lama. Kami cuek dan terus berjalan , sampai bertemu Gedung Marabunta Semarang. Di atas gedung tersebut terdapat dua patung semut ukuran besar. Saya kurang tahu fungsi dari gedung tersebut. Usai memotret sebentar kami kembali berjalan. Pada persimpangan selanjutnya, kami mulai kebingungan.





Di persimpangan tersebut, kami bingung harus lurus atau belok. Kalau kata Google Map masih lurus, tetapi tadi ketika di polder kami melihat jalan pada persimpangan pertama belok. Akhirnya, kami lurus terus sampai ke jalan bundar. DI situ, kami semakin kebingungan. Mana menyebrang di situ sangat susah lagi. Kami menyebrang, terus balik lagi. Kemudian, kami bertanya pada tukang bersih-bersih di taman yang berada di tengah-tengah jalan melingkar situ.

Intinya, kami harus berbalik arah dan belok kanan di persimpangan ketika kami kebingungan tadi. Kepalang tanggung, kami terus berjalan dan tidak menyerah dengan naik angkot atau becak. Ternyata, kawan-kawan Kota Lama Semarang, Gereja Bleduk itu jadi satu lingkup dan tidak jauh dari Stasiun Tawang.




Kawasan Kota Lama, kita akan menemukan bangunan-bangunan tua. Seperti Gedung Marba. Bahkan, mini market di Kota Lama pun bangunan tua. Jalanan di Kota Lama nggak pernah sepi, meskipun pagi. Hanya kami berdua yang berkeliaran bagaikan turis di situ. Padang Rani, yang menjadi incaran saya pun terletak di kawasan tersebut. Jadi, ketika memutuskan ke Kota Lama, kalian akan mendapatkan banyak destinasi yang sering ditulis beberapa blogger menjadi banyak tempat tujuan. Sebenarnya, ya, satu kawasan Kota Lama.







Karena masih pagi, Padang Rani belum buka. Bukanya sekitar jam sembilan pagi, sedangkan kami di Kota Lama belum jam tujuh – xoxo. Akhirnya, kami disarankan sama tukang kebersihan untuk ke akar-akar pohon (anggap saja begitu) yang terletak tidak jauh dari sana. Beliau bilang, itu tempat bagus untuk foto. Mumpung masih pagi, disarankan ke sana. Kami pun berjalan lurus, kemudian menyebrang – nyebrangnya susah, ramai banget – jalan terus. Selama perjalanan saya tak henti-hentinya mengambil gambar di sekitar situ, karena memang semuanya bangunan tua. Akhirnya, sampai ada jalan ke arah kiri – kalau sebelah kanan ada 3D Art Musem- kami masuk ke sana. Di jalan tersebut, benar-benar instagramable, Kawan.

jalan masuk ke arah akar-akar pohon


3D Art Museum

Jadi, di sini kalian akan menemukan pintu-pintu tua, akar-akar menjuntai dan ada segerombolan akar yang memang bagus buat background. Ya, meskipun kami belum mandi dari kemarin, tidak menyurutkan kenarsisan kami untuk memotret. Saya benar-benar puas mengambil foto di sini.







Setelah puas mengambil foto – karena masih pagi juga – kami memutuskan untuk ke Lawang Sewu Semarang. Karena dekat sana ada halte Trans Semarang, kami pun pergi ke halte tersebut dan bertanya pada salah satu warga Semarang yang akan naik BRT juga bagaimana cara ke Lawang Sewu. Dia berkata, turun di Balai Kota, kemudian bisa naik angkot atau jalan kaki untuk menuju Lawang Sewu.

Untuk naik BRT (Trans Semarang) kita hanya perlu mengeluarkan dana Rp. 3.500-, per orang.

Meskipun kami belum mandi, membawa dua tas – ransel dan selempang -, dan mengantuk kami terus melanjutkan perjalanan. Jangan salah, destinasi hari ini tidak hanya ke Kota Lama dan Lawang Sewu saja, tetapi juga ke Sam Poo Kong. Hari itu, kami juga sempat mencicipi Mie Kopyok Semarang lho.
Jadi, tunggu update saya selanjutnya ya!


3 comments:

  1. Seru banget menghindari kota tua Semarang dengan berjalan kaki. Jadi tanpa banyak dapat Spot untuk foto. Dan setuju Spot foto di kampung rani Instagramabel banget :)

    ReplyDelete
  2. Ah..saya jadi pengin ke semarang juga

    ReplyDelete
  3. Waktu main-main ke Kota Tua Semarang aku belum pernah sempat menyambangi Kampung Rani ini. Ternyata bagus banget ya :D

    ReplyDelete